Imam Syafi;i berkata, “Aku mengadukan perihal keburukan hafalanku kepada guruku, yang bernama Imam Waki’, lalu guruku berwasiat agar aku menjauhi maksiat dan dosa. Guruku kemudian berkata: ‘Muridku, ketahuilah bahwa ilmu adalah cahaya. Dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang-orang yang maksiat’”.
Bagai disambar petir di siang bolong, saya terkejut setengah hidup membaca riwayat Imam Syafi'i ini yang mengeluhkan keadaan nya dalam kesusahan beliau.
Beliau sungguh dinasehati oleh Imam Waki' rahimahullah agar menjauhi maksiat.
Lalu nada kritis saya pun muncul, maksiat apa yang Imam Syafi'i disuruh menjauh ?
Karena orang awam pasti memahami maksiat dengan istilah yang sangat keras, seperti selingkuh, judi, dan lain-lain.
Lantas maksiat apa yang dimaksud Imam Waki' ini kepada muridnya Imam Syafi'i ?
Mari kita cari tahu pendapat dari Imam Ibnu Taimiyyah dalam risalah berjudul "at-Tuhfah al-’Iraqiyah fil A’mal al-Qalibiyah";
Cara Ibnu Taimiyah mencintai RabbNya adalah menganut ajaran agama yang diridhai Allah, karena hanya itulah satu-satunya perantara yang akan menyampaikan semua amal baiknya kepada Illahi.
Ibnu Taimiyah menyebutkan bahwa ia setuju dengan pandangan al-Fadhil bi ‘Iyadh tentang sebuah ayat al-Quran: "Agar Dia menguji siapakah di antara kamu sekalian yang lebih amalnya." (Hud:7)Kemudian dia melanjutkan; ...dengan ikhlas dan benar:
Murid-muridnya bertanya; "mengapa mesti ikhlas dan benar?" AL-Fadhil menjawab; "Karena Allah tidak akan menerima perbuatan benar tanpa didasari ikhlas Lillahi Ta’ala, pun sebaliknya Dia tidak meridhai amal yang kamu dasari hati ikhlas sedang itu adalah perbuatan salah, maka amalmu harus didampingi keduanya, ikhlas dan benar".
Seperti juga Asy-Syubli meriwayatkan, bahwa Ibnu Taimiyah berpandangan .... "rasa cinta harus dibuktikan dengan melaksanakan perintah Allah." Dan ia mengulang kata-katanya; "rasa cinta itu menuntut dilaksanakannya kewajiban dengan sempurna, dan kesempurnaan cinta kasih akan membawa kepada amal yang sempurna pula.
Sedangkan maksiat adalah suatu hal yang mengurangi cintanya seorang hamba kepada Allah."Berikut ini Asy-Syubli berpendapat tentang cinta kepada Allah:"Kamu durhaka kepada Allah, padahal kamu berharap cintanya. Hal itu jelas tidak logik, bila cintamu itu tulus, pastilah kamu mentaatinya. Sesungguhnya orang yang bercinta itu patuh kepada yang dicintainya."
Dalam pengertian yang lebih mendalam, maksiat disini dalam contoh yang real adalah pemahaman akan hadits tentang sehat dan waktu luang.
Suatu ketika Rasulullah SAW berpesan kepada Ibnu Abbas tentang dua kenikmatan yang sering membuat manusia lupa, lalai, dan tertipu. Beliau, sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari, mengistilahkan orang-orang seperti itu sebagai maghbun, yaitu mereka yang sering melupakan atau meremehkan kondisi sehat dan kesempatan (waktu luang).
Sabda Rasulullah SAW, ''Kondisi sehat dan kesempatan luang adalah dua nikmat yang Allah SWT berikan kepada manusia, namun sering mereka lupakan.''
Bila anda sering menonton televisi daripada Tilawatil Qur'an INI ADALAH MAKSIAT KEPADA ALLAH, karena mengurangi cinta hamba kepada Allah.
Bila anda sehat tapi sengaja tidak mau menuntut Ilmu dan mengkaji ilmu agama karena malas, maka ini adalah MAKSIAT.
Bila anda bisa bangun malam tapi sengaja tidak pernah berniat bangun dan shalat malam karena malas, maka ini adalah MAKSIAT.
Bila anda tidak pernah puasa Sunnah padahal sehat, maka ini adalah MAKSIAT.
Dan banyak contoh lagi yang bisa diurai kan dan akan membuat pembaca kaget, bahwa ternyata kita yang lebih senang membuka Facebook dan menggunakannya bukan untuk sarana mendekatkan diri pada Allah , maka ITU JUGA MAKSIAT...
Ya Allah Ya Kariim....
Betapa Banyak Maksiat Yang Telah Kami Perbuat
Sementara Engkau Terus Tetap Menurunkan Rahmat dan HidayahMu ke Bumi pada Kami
Ya Allah Ya Kariim