FILSAFAT PENDIDIKAN PROGRESIVISME
1. Strategi Progresif
Filsafat progresif berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar dimasa mendatang. Karenanya, cara terbaik mempersiapkan para siswa untuk suatu masa depan yang tidak diketahui adalah membekali mereka dengan strategi-strategi pemecahan masalah yang memmungkinkan mereka mengatasi tantangan-tantangan baru dalam kehidupan dan untuk menemukan kebenaran-kebenaran yang relevan pada saat ini. Melalui analisis diri dan refleksi yang berkelanjutan, indifidu dapat mengidentifikasi nilai-nilai yang tepat dalam waktu yang dekat.
Orang-orang progresif merasa bahwa kehidupan itu berkembang dalam suatu arah positif. Para pendidik yang memiliki suatu orientasi progresif memberi kepada para siswa sejumlah kebebasan dalam menentukan pengalaman-pengalaman sekolah mereka. Sekalipun demikian, pendidikan progresif tidak berarti bahwa para guru tidak memberi struktur atau para siswa bebas melaksanakan apapun yang mereka inginkan. Guru-guru progresif memulai dengan posisi dimana keberadaan siswa dan melalui interaksi keseharian dikelas, mengarahkan siswa untuk melihat bahwa mata pelajaran yang akan dipelajari dapat meningkatkan kehidupan mereka.
Peran guru dalam suatu kelas yang berorientasi secara progresif adalah fungsi sebagai seorang pembimbing atau orang yang menjadi sumber, yang pada intinya memiliki tangung jawab untuk memfasilitasi pembelajaran siswa. Guru progresif berusaha untuk memberi siswa pengalaman-pengalaman yang mereplikasi tau meniru kehidupan keseharian sebanyak mungkin. Para siswa diberi banyak kesempatan untuk bekerja secara kooperatif didalam kelompok, seringkali pemecahan masalah yang dipandang penting oleh kelompok itu, bukan oleh guru.
2. Pendidikan
Progresivisme didasarkan pada keyakinan bahwa pendidikan harus berpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Tulisan-tulisan John Dewey pada tahun 1920-an dan 1950-an berkontribusi cukup besar pada penyebaran gagasan-gagasan progresif. Progresivisme pengikut Dewey didasarkan pada keenam asumsi berikut ini:
a. Muatan kurikulum harus diperoleh dari minat-minat siswa bukannya dari disiplin-disiplin akademik.
b. Pengajaran dikatakan efektif jika mempertimbanghkan anak secara menyeluruh dan minat-minat serta kebutuhan-kebutuhannya dalam hubungannya dengan bidang-bidang kognitif, afektif, dan psikomotor.
c. Pembelajaran pada pokoknya aktif, bukannya pasif. Pengajar/guru yang efektif memberi siswa pengalaman-pengalaman yang memungkinkan mereka belajar dengan melakukan kegiatan.
d. Tujuan dari pendidikan adalah mengajar para siswa berfikir secara rasional sehingga mereka menjadi cerdas, yang memebri kontribusi pada anggota masyarakat.
e. Disekolah, para siswa mempelajari nilai-nilai personal dan juga nilai-nilai sosial.
f. Umat manusisa ada dalam suatu keadaan yang berubah secara konstan, dan pendidikan memungkinkan masa depan yang lebih baik dibandingkan dengan masa lalu.
Rousseau, seorang ahli filsafat Perancis, mendasari pemikiran-pemikiran pendidikannya dengan ucapannya yang terkenal, yaitu: “ Everything is good as it comes from the hands of the Author of Nature, but everything degenerates in the hand of man” (Henderson, 1959: 30). Jadi segala sesuatu, termasuk anak, dilahirkan adalah baik berasal dari pencipta alam, namun semuanya itu mengalami degenerasi, penyusustan martabat, dan nilai-nilai kemanusiaanya karena tangan-tangan manusisa. Manusia memiliki kebebasan bertindak. Barang siapa mengingkari kebebasan seseorang, berarti mengingkari kualitasnya sebagai manusia, menyangkal hak, dan kewajiban kemanusiaan. Karena hal itu smeua bertentangan dengan hakikat manusia. Menyangkal kebebasan dari kemauan manusia berarti meniadakan kesusilaan dari tindakannya.
Rousseau ingin menjauhkan anak dari segala keburukan masyarakat yang serba dibuat-biat, sehingga kebaikan anak-anak yang dimiliki secara alamiah sejak saat kelahiran dapat berkembang secara spontan dan bebas. Pendidikan menurut Rousseau, harus dapat menjauhkan anak dari segala yang bersifat dibuat-buat dan dapat membawa anak kembali pada alam untuk memepertahankan segala yang baik sebagaimana yang telah diberikan oleh Yang Maha Pencipta. Rousseau mengiginkan dikembangkannya aturan masyarakat yang demokratis, sehingga kecenderungan alamiah anggota masyarakat dapat terwujud sebagaimana adanya. Suatu bentuk pendidikan tertentu perlu diselenggarakan untuk menjaga agar perwujudan alamiah tersebut tidak dirugikan.
Rousseau sebagai tokoh naturalisme, menegakkan pada self activity, freedom, dan self expression. Anak pada hakikatnya adalah baik, dan alam juga baik, namun masyarakatlah yang menjadikan anak tidak baik. Pendidikan mengutamakan minat dan kebutuhan anak. Oleh karena itu, program pendidikan akan diorganisasi sekitar dan sesuai dengan minat serta kebutuhan anak.
Pandangan progresivisme tentang realitas, seperti halnya dengan John Dewey, bahwa “perubahan” dan “ketidak tetapan” merupakan esensi dari realitas. Menurut progresivisme , pendidikan selalu dalam prose perkembangan, penekanannya adalah perkembangan individu, masyarakat, dan kebudayaan. Pendidikan harus siapmemperbaharui metode, kebijaksanaannya, berhubungan dengan perkembangan sains dan teknologi, serta perubahan lingkungan.
Untuk memperoleh pengetahuan yang benar, kaum progresif sepakat dengan pandangan Dewey, yaittu menekankan pengalaman indera, belajar sambil bekerja, dan mengembangkan intelegensi, sehingga anak dapat menemukan dan memecahkan masalah yang dihadapi.
Kualitas atau hasil dari pendidikan, tidak ditentukan dengan menentukan atau menetapkan suatu ukuran yang berlaku secara mutlak dan abadi. Norma atau nilai kebenaran yang abadi tidak dapat dijadikan ukuran untuk menentukan berhasil tidaknya usaha pendidikan. Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu rekonstruksi pengalaman yang berlangsung secara terus-menerus.
1) Perhatian terhadap anak
Proses belajar berpusat pada anak, namun hal ini tidak berarti bahwa anak diizinkan untuk mengikuti semua keinginannya, karena ia belum cukup matang untuk menentukan tujuan yang memadai. Anak memang banyak berbuat dalam menentukan proses belajar, namun ia bukan penentu akhir. Siswa membutuhkan bimbingan dan arahan dari guru dalam melaksanakan aktivitasnya.
Pengalaman anak adalah rekonstruksi yang terus-menerus dari keinginan dan kepentingan pribadi. Mereka aktif bergerak untuk mendapatkan isi mata pelajaran yang logis. Guru mempengaruhi pertumbuhan siswa, tidak dengan menjejalkan informasi kedalam kepala anak, malainkan dengan pengawasan lingkungan dimana pendidikan berlangsung. Pertumbuhan diartikan sebagai peningkatan intelegensi dalam pengelolaan hidup dan adaptasi yang intelegen (cerdas) terhadap lingkungan.
2) Tujuan pendidikan
Sekolah merupakan masyarakat demokratis dalam ukuran kecil, dimana siswa akan belajar dan praktik keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup dalam demokrasi. Dengan pegalamannya, siswa akan mampu menghadapi perubahan dunia. Karena relitas berubah terus menerus. Kaum progresif menekankan “ bagaiamana berfikir”, bukan “ apa yang dipikirkan”.
Tujuan pendidikan adalah memberikan keterampilan dan alat-alat yang bermanfaat untuk berinteraksi dengan lingkungan yang berada dalam proses perubahan secara terus-menerus. Yang dimaksud dengan alat-alat adalah keterampilan pemecahan masalah (problem solving) yang dapat digunakan oleh indifidu untuk menentukan, menganalisis, dan memecahkan masalah. Proses belajar terpusatkan pada perilaku cooperative dan disiplin diri. Dimana kebudayaan sangat dibutuhkan dan sangat berfungsi dalam masyarakat.
3) Pandangan tentang belajar
Kaum progresif menolak pandangan bahwa belajar secara esensial merupakan penerimaan pengetahuan sebagai suatu subtansi abstrak yang diisikan oleh guru kedalam jiwa anak. Pengetahuan menurut pandangan progresif merupakan alat untuk mengatur pengalaman, untuk menangani situasi baru secara terus-menerus, dimana perubahan hidup merupakan tantangan dihadapan manusia.
Manusia harus dapat berbuat dengan pengetahuan. Oleh karena itu, pengetahuan harus bersumber pada pengalaman. Menurut Dewey kitag harus mempelajari apa saja dari sains eksperimental. Penelusuran pengetahuan abstrak harus diartikan kedalam pengalaman pendidikan yang aktif. Apabila siswa menghasilkan suatu apresiasi yang nyata yang berkaitan dengan ide-ide politik dan sosial, kelas (sekolah) itu sendiri harus menjadi eksperimen kehidupan dalam demokrasi sosial. Pengalaman dan eksperimen merupakan kata-kata kunci dalam kegiatan belajar mengajar.
Dewey tidak menolak isi kurikulum tradisional. Sebaliknya kurikulum tersebut perlu dipelihara dan dikuasai. Selanjutnya Dewey mengatakan bahwa yang perlu diingat adalah materi pelajaran atau isi pelajaran selalu berubah terus-menerus sesuai dengan perubahan yang berlaku dlaam lingkungannya. Oleh karena itu, pendidikan tidak dibatasi hanya pada sekedar pengumpulan informasi dari guru-guru atau dari text book saja. Belajar bukan penerimaan dan penerapan terhadap pengetahuan terdahulu yang telah ada, melainkan suatu rekonstruksi yang terus-menerus sesuai dengan penemuan-penemuan baru. Oleh karena itu, pemecahan masalah (dengan metode ilmiah), harus dilihat bukan hanya dari skedar penyelididkan pengetahuan fungsional, melainkan sebagai suatu kaitan yang secara terus-menerus dengan subject matter.
4) Kurikulum dan peranan guru
Kurikulum disusun sekitar pengalaman siswa, baik pengalaman pribadi maupun pengalaman sosial. Sains sosial sering dijadikan pusat pelajaran yang digunakan dalam pengalaman-pengalaman siswa, dan dalam pemecahan masalah serta dalam kegiatan proyek. Pemecahan masalah akan melibatkan kemampuan berkomunikasi, proses matematis, dan penelitian ilmiah. Oleh karena itu, kurikulum seharusnya menggunakan pendekatan interdisipliner. Buku merupakan alat dalam proses belajar, bukan sumber pengetahuan. Metode yang dipergunakan adalah metode ilmiah dalam inkuiri dan problem solving.
Peran guru adlaah membimbing siswa-siswa dalam kegiatan pemecahan masalah dan kegiatan proyek, dan guru harus menolong siswa dalam menentukan dan memilih masalah-masalah yang bermakna, menemukan sumber-sumber data yang relevan, menafsirkan dan menilai akurasi data, serta merumuskan kesimpulan. Guru harus mampu mengenali siswa, terutama apakah pada saat apakah ia memerlukan bantuan khusus dalam suatu kegiatan, sehingga ia dapat meneruskan penelitiannya. Guru dituntut untuk sabar, fleksibel, berfikir interdisipliner, kreatikf dan cerdas.
5) Prinsip-prinsip pendidikan
1. Pendidikan adalah hidup itu sendiri, bukan persiapan untuk hidup kehidupan yang baik adalah kehidupan intelegen, yaitu kehidupan yang mencakup interpretasi dan rekonstruksi pengalaman. Anak akan memasuki situasi belajar yang disesuaikan dengan usianya dan berorientasi pada pengalaman.
2. Pendidikan harus berhubungan secara langsung dengan minat anak, minat individu, yang dijadikan sebagai dasar motivasi belajar. Sekolah menjadi “child centered”, dimana proses belajar ditentukan terutama oleh anak. Secara kodrati anak suka belajar apa saja yang berhubungan dengan minatnya, atau untuk memecahkan masalahnya. Begitu pula pada dasarnya anak akan menolak apa yang dipaksakan kepada anaknya. Anak akan belajar dan mau belajar karena merasa perlu, tidak karena terpaksa oleh orang lain. Anak akan mampu melihat relevansi dari apa yang dipelajari terhadap kehidupannya.
3. Belajar melalui pemecahan masalah akan menjadi presenden terhadap pemberian subjeck matter. Jadi, belajar harus dapat memecahkan masalah yang penting dan bermanfaatbagi kehidupan anak. Dalam memecahkan suatu masalah, anak dibawa berfikir melewati beberapa tahapan, yang disebut metode berfikir ilmiah, sebagai berikut:
a. Anak mengahadapi keraguan, merasakan adanya masalah:
b. Menganalisis masalah tersebut, dan menduga atau menyususn hipotesis-hipotesis yang mungkin:
c. Mengumpulkan data yang akan membatasi dan memperjelas masalah:
d. Memilih dan menganalisis hipotesis:
e. Mencoba, menguji, dan membuktikan.
4. Peranan guru tidak langsung, melainkan memberi petunjuk kepada siswa. Kebutuhan dan minat siswa akan menentukan apa yang mereka pelajari. Anak harus diizinkan untuk merencanakan perkembangan diri mereka sendiri, dan guru harus membimbing kegiatan belajar.
5. Sekolah harus memberi semangat bekerja sama, bukan mengembangkan persaingan. Manuisa pada dasarnya sosial, dan keputusan yang paling besar pada manusisa karena ia berkomunikasi dengan yang lain. Progresivisme berpandangan bahwa kasih sayang dan persaudaraan lebih berharga bagi pendidikan dari pada persaingan dan usaha pribadi. Karena itu, pendidikan adalah rekonstruksi pengalaman, mengarah kepada rekonstruksi manusia dalam kehidupan sosial. Persaingan tidak ditolak, namun persaingan tersebut harus mampu mendorong pertumbuhan pribadi.
6. Kehidupan yang demokratis merupakan kondisi yang diperlukan bagi pertumbuhan. Demokrasi, pertumbuhan, dan pendidikan saling berhubungan. Untuk mengajar demokrasi, sekolah sendiri harus demokratis. Sekolah harus meningkatkan “student goverment”, diskusi bebas tentang suatu masalah, partisipasi penuh dalam semua pengalaman pendidikan. Namun sekolah tidak mengindoktrinasi siswa-siswa dengan tata sosial yang baru.
3. Poteret Guru Progresif
Pak Husen mengajar IPS disuatu sekolah menengah. Ia tampaknya bergaul baik dengan para siswa. Ia suka memberi siswa kebebasan memilih sebanyak mungkin di kelas. Karena itulah, ruangannya dibagi-bagi menjadi pusat-pusat minat dan aktivitas, dan para siswa bebas memilih dimana mereka ingin menghabiskan waktu mereka.
Pak Husen bermaksud membangun hubungan-hubungan yang hangat dan sportif dengan para siswa. Ia bangga terhadap fakta bahwa ia adalah teman para siswa mereka. Pengunjung kelas Pak Husen saat ini dapat merasakan penerimaannya yang jelas bagi siswa. Ia secara sungguh-sungguh peduli mengenai pertumbuhan dan pendidikan masing-masing siswa. Ketika para siswa mengahabiskan sebagian besar dari waktu mereka bekerja dalam kelompok-kelompok kecil pada beragam aktivitas yang berpusat pada ruangan tersebut, Pak Husen membagi waktunya diantara kelompok-kelompok itu.
Sebanyak mungkin ia membawa pengetahuan buku teks pada kehidupan dengan memberi para siswa pengalaman-pengalaman yang tepat seperti: kunjungan lapangan, proyek kelompok kecil, aktivitas simulasi, bermain peran, eksplorasi internet, dan sebagainya. Pak Husen percaya bahwa fungsi pokoknya sebagai seorang guru adalah mempersiapkan para siswanya untuk masa depan yang tidak dikenal. Ia merasa bahwa belajar memecahkan permasalahan pada usia dini adalah persiapan yang terbaik untuk masa depan ini.
KESIMPULAN
Dalam pendidikan progresivisme bahwa pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru. Guru harus menolong siswa dalam menentukan dan memilih masalah-masalah yang bermakna, menemukan sumber-sumber data yang relevan, menafsirkan dan menilai akurasi data, serta merumuskan kesimpulan.
Anak diberi kebebasan tentang pengetahuan atau kegiatan lainnya yang mereka nginkan, namun hal ini tidak berarti bahwa anak akan diizinkan untuk mengikuti semua keinginannya, karena ia belum cukup matang untuk menentukan tujuannya. Perlu ada bimbingan dari guru atau orangtua.
Tujuan pendidikan adalah memberikan keterampilan dan alat-alat yang bermanfaat untuk berinteraksi dengan lingkungan yang berbeda dalam proses perubahan secara terus menerus. Sekolah merupakan masyarakat demokratis dalam ukuran kecil, dimana siswa akan belajar dan praktik keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup dalam demokrasi. Dengan pengalamannya, siswa akan mampu menghadapi perubahan dunia.
Thankyouu